Foto: Ilustrasi properti di China. (Dok.Freepik)

Fakta Baru Menunjukkan Krisis Properti China Semakin Memburuk

Properti News – Harga rumah baru di Negeri Tirai Bambu turun, menunjukkan bahwa krisis properti di China semakin parah.

Menurut data yang dikumpulkan oleh Reuters dari data Biro Statistik Nasional (NBS), harga rumah baru di China turun 0,7% dari bulan sebelumnya pada Mei, menandai penurunan tercepat dalam lebih dari sepuluh tahun.

Angka ini menunjukkan penurunan selama sebelas bulan berturut-turut. Ini adalah penurunan terbesar sejak Oktober 2014.

Baca Juga : Dampak Kontroversial Kebijakan Tapera terhadap Industri Properti

Harga rumah baru turun 3,9% setiap tahun hingga April 2024, turun dari 3,1% sebelumnya di hampir semua 70 kota yang disurvei oleh NBS.

Secara terpisah, angka resmi menunjukkan penurunan 10,1% dalam investasi properti dalam lima bulan pertama 2024 dari tahun sebelumnya. Ini adalah turunan setelah penurunan 9,8% dari Januari hingga April, bersama dengan penurunan yang lebih cepat dalam penjualan rumah dari Januari hingga Mei.

Sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi China, sektor properti yang terlilit utang telah mengalami beberapa masalah sejak pertengahan tahun 2021. Beberapa masalah ini termasuk pengembang yang gagal membayar utang mereka dan menunda pembangunan proyek perumahan yang telah terjual sebelumnya.

sementara otoritas telah meningkatkan upaya mereka untuk membantu sektor properti yang terkena dampak krisis. Termasuk memberikan bantuan sebesar 300 miliar yen (Rp676 triliun) untuk membersihkan stok perumahan yang besar, mengurangi pembayaran uang muka, dan melonggarkan aturan hipotek.

Namun, analis berpendapat bahwa tindakan ini tidak akan sangat membantu dalam menyerap stok perumahan yang besar. Pencabutan pembatasan pembelian rumah di kota-kota besar mungkin akan membuat orang-orang di kota-kota kecil lebih takut untuk membeli rumah.

Menurut Xu Tianchen, seorang ekonom senior di Economist Intelligence Unit, “Kebijakan terbaru telah mendorong pasar rumah bekas di kota-kota besar, tetapi masalah likuiditas perusahaan real estat belum mereda dan krisis kepercayaan pasar rumah baru belum teratasi.”

Baca Juga : Ini Adalah Akibat dari Overtourism pada Industri Properti Bali

Tidak diragukan lagi, China telah menetapkan target pertumbuhan sekitar 5% tahun ini, tetapi banyak ekonom menganggap angka itu terlalu tinggi.

Meskipun tiga bulan pertama tahun 2024 melampaui perkiraan, pertumbuhan China tahun lalu mencatat salah satu tingkat pertumbuhan tahunan terburuk sejak tahun 1990. Dana Moneter Internasional (IMF) sendiri baru-baru ini meningkatkan harapan untuk tahun ini karena janji untuk memberikan bantuan lebih banyak.

Selain masalah properti, penurunan permintaan konsumen saat ini mengganggu ekonomi China. Menurut Pan Gongsheng, kepala bank sentral China (PBoC), perekonomian China menghadapi tantangan karena permintaan efektif yang tidak mencukupi, sirkulasi domestik yang tidak lancar, dan meningkatnya kompleksitas, keparahan, dan ketidakpastian lingkungan eksternal. (red/tc)